Jadikan Aku yang Terakhir Bagimu
Bismillahirrahmanirrahim…
Wanita biasanya selalu diidentikkan
dengan kelembutan, kesantunan, dan keindahan. Tapi, ketika ia merasa
terkhianati maka ia akan cepat berubah menjadi orang yang mudah bersedih
bahkan menjadi seorang pendiam dan tidak mau lagi percaya pada
seseorang. Atau mungkin saja ia akan berubah menjadi seseorang yang
mudah marah, mudah tersinggung dan penuh emosi.
Tidak semua memang, tapi juga tidak
sedikit yang mengalaminya. Hasrat seorang wanita untuk menjadi yang
terakhir bagi seorang laki-laki membuatnya terlihat sebagai seorang yang
posesif, suka ngatur dan menjadi pencemburu berat. Namun, dibalik itu
semua ternyata ada rasa KETAKUTAN yang kuat, bahwa ia akan dikhianati
pasangannya. Bagaimana tidak, jika setiap hari seorang laki-laki di
hadapakan dengan puluhan bahkan ratusan wanita -yang bukan mahram- yang
dengan mudah menampakkan auratnya.
“katakanlah kepada orang laki-laki
beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan pelihara kemaluannya.
Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka dan sesungguhnya Allah
maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita
yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya.” (QS.An-Nuur [24]: 30-31).
Tidaklah mudah untuk menjaga pandangan,
apalagi dihadapkan dengan berbagai pesona wanita yang tak mampu menjaga
kehormatan dan kemuliaannya. Jadi wajar saja ketika seorang wanita yang
sudah berstatus istri was-was terhadap suaminya yang notabene juga
manusia biasa yang bisa khilaf kapan saja. Bukan karena ia tidak percaya
atas kehendak AllahSubhanahu Wa Ta’ala yang dengan mudah menutup mata
seseorang dari kemaksiatan, tapi justru karena ia terlalu yakin akan
kehendak Allah maka ujian-ujian akan terus berdatangan, sehingga ia
takut jika orang yang ia sayangi justru lari kepangkuan maksiat.
Berawal dari matalah makhluk bernama
cinta dengan mudah menjalari darah seorang insan, maka wajar jika ada
seorang laki-laki dengan keimanan yang tidak kuat, dengan mudahnya ia
berpaling atas nama cinta. Bukan tidak mungkin jika seorang laki-laki
ataupun seorang wanita yang sudah berkeluarga terang-terangan
berselingkuh dengan alasan sudah tidak cinta lagi dengan pasangannya
ataupun sudah tidak ada kecocokan lagi. Coba pikirkan, benarkan
kebahagian bisa didapat dengan jalan kemaksiatan? Hanya kebahagiaan
sesaat yang menyesatkan membuat Sang Syetan tertawa terbahak-bahak.
Wajar akhirnya jika ada seorang wanita
yang enggan ataupun takut pasangannya memberikan cintanya pada orang
lain, karena keinginannya yang kuat untuk menjadi pelabuhan terakhir
untuk pasangannya. Namun sayang, karena keinginannya yang kuat inilah
sebagian wanita memilih bersikap posesif terhadap pasangannya. Bukankah
sesuatu yang berlebihan juga tidak baik walaupun dengan alasan takut
kehilangan, terlalu cinta, takut dikhianati.
Tidak ada yang salah jika kamu, aku,
kita sebagai seorang wanita ingin menjadi pelabuhan terakhir bagi
pasangan kita, hanya saja tetap ada batasan privasi atas sebuah
hubungan. Jangan sampai karena ketakutan kita, keposesifan kita,
berimbas pada kejenuhan, merasa terganggu, bahkan sakit hati membuat
pasangan kita lari pada kemaksiatan. Tapi bukan berarti kita jadi
membebaskan pasangan kita sebebas-bebasnya, kita wajib melapisi pasangan
kita dengan kepercayaan namun tetap terjaga dengan komunikasi yang
intensif, menggandengnya ketika kita melihat pasangan sudah beralih
jalur yang tidak di ridhoi Allah, dan yang harus tercukupi adalah kasih
sayang dan rasa syukur.
CInta hadir untuk diberikan dengan
lembut dan penuh kasih, bukan dengan penuh kekangan, walaupun aku selalu
ingin menjadi yang terakhir bagimu.